Sabtu, 27 November 2010

Keping Satu : Yogya, Aku dan Hujan Abu-Abu

~ Semarang, 04 Nopember 2010, 19.05 WIB
..dengan tergesa aku menuju pintu rumah, melempar tas dan membuka sepatu tanpa suara.
Rumah sepi. Kuperlahan membuka gordyn pembatas ruang, tiba-tiba kudapati sesosok tua itu, kudengar isak tangis, tersembunyi. Pelan. Ibu menangis, terpaku menatap gambar hidup yang menayangkan orang-orang mati di TV. Tentang Yogya waktu itu.
Di sini sebuah catatan kecil perjalanan ini dimulai..

------------ 5 jam lalu yang lalu-------------------------

~ Yogyakarta, 04 Nopember 2010, 11.45 WIB, "Roemah Eyang"
Aku mulai panik, kukemasi pakaian dengan menyembunyikan hati yang sebenarnya. Beberapa kali masih sempat kulihat wajah indahnya tersenyum. Ekspresi yang sama. Dia selalu indah dengan senyumnya, sejelek apapun kondisinya. 
Beda dengan aku yang gampang cemas. Mungkin karena perbedaaan itu kami dipertemukan. 
Saling melengkapi. Saling menyeimbangkan.
Di luar hujan berupa abu turun deras, bak jarum mengiris langit. Yang baru kutahu akhirnya karena Merapi yg sedang marah akhir-akhir ini.
Masker kapas terpaksa bertengger menutupi mukaku. Berebut kupakai ransel punggungku, sepatu dan kacamataku yang hampir tertinggal. Sementara dia masih sibuk dengan pesan-pesan pendek dari telpon genggamnya. Sekilas siratan khawatir mulai nampak. Aku menangkapnya.
Seketika udara kotor menyergap saat kami berdua keluar. Matahari cuma bersemburat tipis, selebihnya putih abu-abu dimana-mana. Tertutup amarah Merapi.
Sebelum memutuskan pergi aku cekal lengannya. "Sebaiknya aku langsung menuju shelter Joglosemar' kataku tegas. Dia memandangku dengan penuh tanya, "..beneran gak papa?". Dengan penuh sayang kujawab "I will be ok..yang terpenting adalah adik-adikmu". Kalian harus segera meninggalkan Yogya menyusul aku, sahutku tanpa memberinya kesempatan bicara.
Meluncurlah kami berdua menyusuri Yogya abu-abu waktu itu.
Sepanjang Jl. Magelang segalanya putih tertutup debu Merapi. Orang lalu lalang dengan "atribut" lengkap : masker,jas hujan,payung dan kacamata. Terlihat seperti adegan film layar lebar. Mobil dan sepeda motor merelakan tubuhnya kotor diselimuti abu vulkanik yang merusak. Ada banyak jejak ban tertinggal di jalan aspal yang telah menjadi lautan abu. Suasana panas tapi bisu.


~ Shelter Joglosemar, Jl. Magelang :11.45 WIB 
Jajaran minibus tampak dekil tertutup abu. Halaman parkir salah satu executive shuttle bus ternama itu tampak kacau. Beberapa sepeda motor diparkir seenaknya. Di seberang tampak petugas parkir yg sibuk mengatur bus keluar masuk di tengah ramai lalu lintas. Beberapa calon penumpang tampak tergopoh-gopoh masuk.
Kami sampai, jauh dari jam pemberangkatan seharusnya. " Tolong tanyakan masih adakah kursi kosong untuk 4 orang siang ini" ujar dia. Aku berlari kecil masuk, menanyakan pada customer service yg tampak berpeluh. "Cuma tersisa 4 kursi jam 18.00 WIB" jawabnya pendek. 
"Cuma tersisa 4 kursi jam 18.00 WIB" ulangku ke dia yg masih menungguku di tempat parkir. Tak mengiyakan, dia langsung segera minta pamit. Dengan senyum dia berpesan " Hati-hati ya di jalan".
Hatiku mengembang. Ingin sekali memeluknya saat itu. Ingin merasakan hangat hatinya.
Cuma butuh beberapa menit untuk dia menghilang dari pandanganku. 


Terlambat kusadari, ternyata seluruh kursi ruang tunggu keberangkatan Joglosemar penuh manusia. Beberapa orang rela berselonjor kaki duduk di lantai. Seorang ibu-ibu berjilbab setengah berteriak mengkhawatirkan putrinya yang belum muncul. Di luar udara makin pengap oleh abu Merapi. Serombongan penumpang yang semula berada di luar ruang tunggu berebut masuk menambah padatnya ruang tunggu yang sempit itu. Gerah.
Antrian tiket makin panjang, raut muka kecewa tampak dari calon penumpang yang gagal berangkat. Aku menghela napas, "Sepanik inikah Yogya sekarang?" tanyaku dalam hati. Di luar prediksi liburanku kali ini.
Untung aku sudah dapat collecting ticket saat pemberangkatan dari Semarang kemarin. Tapi hatiku gelisah mengingat dia dan adik-adiknya yang sedang berusaha keluar dari Yogya.
Ponsel-ku berdering. "Terminal bus penuh orang, kami kehabisan tiket" keluhnya bingung. Segera kupastikan bahwa masih ada tiket ke Semarang jam 18.00 WIB nanti. Aku mendadak pening. 

~ Yogya-Semarang 13.05 WIB

Beberapa kali kuseka keringatku, ruang tunggu ini makin penuh orang yang berlindung dari hujan abu. Semua mata tertuju pada TV yang sepanjang hari ini berisi berita tentang Merapi. Aku tak terlalu hiraukan. Hatiku cuma cemas memikirkan dia. Berdiri di dekat penjaga tiket kupikir akan membuatku tenang, ternyata tidak. Malah cemas melihat makin banyak kursi bus yang direbut orang yang akan eksodus dari Yogya sore ini.
Mataku lekat memandang pintu masuk yang kacanya makin buram karena debu abu.
Tiba-tiba seraut wajah itu muncul.
Aku hela nafas.
"Nich masih ada tiket.." seruku. Tak banyak tawar menawar jam keberangkatan. Empat tiket Yogya-Semarang jam 18.00 WIB di tangan. Kutatap wajahnya dengan senyum penuh kelegaan. Lalu mata kami bicara kasih sayang. 
Seketika abu-abu berubah sewarna perak...


                                                  ~~~~~~~~~~~~~~~
                                              




0 komentar:

Posting Komentar